Khamis, 30 Disember 2010

Perayaan Tahun Baru

Kongsi


Tatkala lembaran kalender tinggal satu lembar sahaja, menunggu detik 31 Disember setiap tahun, kebanyakan orang mulai sibuk membuat segala persiapan untuk menyambut tahun baru Masehi. Pusat-pusat membeli belah dan gedung pakaian saling bersaing dengan menawarkan diskaun besar-besaran sempena tahun baru. Lalu, bagaimana Islam memandang perayaan tahun baru ini?

Telah diketahui, bahwa perayaan tahun baru Masehi bukanlah kebudayaan Islam. Bahkan kebudayaan ini berasal dari kebudayaan orang bukan Islam. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhi perayaan-perayaan yang membawa kepada pembaziran dan yang tidak membawa sebarang kebaikan kepada masyarakat dan rakyat.

Dalam hadits yang shahih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, “Dua hari untuk apa ini ?” Mereka menjawab, “Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa Jahiliyyah.” Lantas beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya: Iedul Adha dan Iedul Fithri.” (HR. Abu Dawud)

Dan dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan festival seperti mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama mereka.” (Lihat ‘Aun Al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud, Syarah hadits no. 3512)

Kemudian Allah juga mengisyaratkan hal yang sama. Allah Ta’ala menjelaskan ciri-ciri ‘Ibadur Rahman (hamba-hamba Allah yang beriman):
والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما
Artinya:
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (Qs. Al-Furqan: 72)

Sebagian ulama seperti Rabi’ bin Annas rahimahullah menafsirkan الزور (az zuur) pada ayat diatas dengan “hari-hari besar kaum musyrikin” (Lihat Mukhtashor Al Iqtidho‘)

Kesimpulannya, hamba-hamba Allah yang beriman tidak akan menjebakkan diri mereka ke arah kehancuran. Lihat sahaja pada malam ambang tahun baru. Kebanyakan golongan muda-mudi mengadakan hubungan terlarang, konsert dan ada yang mengadakan pesta arak.

Islam Melarang Tabdzir (Pembaziran).
Dalam merayakan tahun baru, tentu ada biaya yang dibelanjakan. Bahkan sampai ada yang menghabiskan wang hingga mencecah ribuan Ringgit hanya untuk mengadakan pesta sempena Tahun Baru! Padahal acara atau pesta tersebut tidak memiliki sebarang manfaat. Maka acara seperti ini dalam syariat Islam dinilai sebagai acara yang sia-sia saja. Sehingga menghamburkan banyak harta dalam acara seperti ini adalah termasuk menyia-nyiakan harta, atau disebut juga tabdzir, Allah melarang perbuatan tersebut dan mengecam pelakunya yang disebut mubadzir iaitu orang yang membazir.
Allah Ta’ala berfirman:
إن المبذرين كانوا إخوان الشياطين وكان الشيطان لربه كفورا
Artinya:
“Sesungguhnya para mubadzir (pemboros) itu adalah saudara-saudara dari setan. Dan setan itu adalah makhluk yang ingkar terhadap Rabb-nya.” (Qs. Al Isra: 27)
Allah Ta’ala tidak mencintai orang-orang yang memboroskan harta. Sedangkan wang dan harta yang digunakan untuk perayaan tahun baru adalah termasuk perkara membazir. Maka seorang muslim yang baik tidak akan mudah terikut-ikut dengan adat yg telah sekian lama diraikan ini. Wallahu'alm.

~Akademi Syariah MMY~

Tiada ulasan:

Catat Ulasan